[LOVE SERIES] Falling in Love With Your Smile

IMG-20150624-WA0020

Love Series; Falling in Love With Your Smile

Jang Doyoon as Lee Youngha

Oh My Girl’s Mimi as Kim Mimi

Special thanks for Kak Ki for the cutest poster!!!><

Youngha terbangun dari tidurnya.

Waktu menunjukkan pukul 5 pagi. Ia terduduk di ranjangnya sebentar sambil mengusap matanya. Pemuda berumur delapanbelas tahun itu beranjak dari ranjangnya dan berjalan keluar kamar. Tungkainya membawanya kedalam kamar mandi. Ia membasuh wajahnya dengan air mengalir dan menggosok giginya. Beberapa menit kemudian, Youngha kembali menuju kamarnya dan keluar dengan celana trainingnya.

Ia berjalan melewati ibunya yang sedang di dapur untuk membuat sarapan. Youngha memakai sepatu olahraganya dan memulai aktivitas pertamanya hari ini: lari pagi.

Lee Youngha sampai disebuah taman. Ia duduk setelah tigapuluh menit berlari disekitar taman diatas kursi panjang yang terdapat disana. Disaat ia tengah menetralkan napasnya, sebuah tangan terjulur di depannya dengan handuk kecil. Youngha mendongak dan mendapati seorang gadis tersenyum padanya.

“Ambillah.”

Youngha mengambil handuk tersebut dan mengusap wajahnya yang penuh dengan peluh. Gadis itu duduk disebelah Youngha. Ia menyodorkan botol minum. Youngha sampai heran, kenapa gadis ini tau apa yang Youngha butuhkan.

“Terima kasih.” Jawabnya pendek dan menerima botol minum itu.

“Apakah kau tidak mengenaliku?” gadis itu bersuara lagi. Youngha menggeleng pelan. “Padahal kita satu sekolah.” Lanjutnya. Youngha memandangnya. Mungkin ia salah satu fansnya? Oh, ayolah. Youngha tidak bercanda. Ia benar-benar memiliki fansclub di sekolahnya. Entah apa yang para gadis pikirkan tentangnya hingga membuatnya terkenal di sekolah.

“Maaf.” Kata Youngha. Ia mengembalikan handuk dan botol minum milik gadis disebelahnya. Setelahnya, pemuda itu kembali melanjutkan aktivitasnya yang tertunda.


Youngha membenarkan dasi sekolahnya dan membawa tasnya kebawah. Keluarganya telah berada di meja makan untuk memulai sarapan mereka. Youngha adalah anak dari tiga bersaudara. Ia adalah anak dari seorang dokter torasik terkenal sekaligus pemilik Rumah Sakit Myungwon, Lee Jongsuk. Sedangkan ibunya adalah seorang pengarang buku, Ahn Minri. Ia memiliki dua adik perempuan yaitu, Lee Cheonsa dan Lee Hana.

“Hari ini kau ada les.” Ibunya mengingatkan. Youngha mengangguk dan mengambil roti yang sudah dipanggang dan mengoleskannya dengan selai kacang. Setelah keluarga itu selesai dengan sarapan pagi mereka, Lee bersaudara memasuki mobil ayahnya.

Minri mengusap baju Jongsuk sambil berkata bahwa suaminya itu tidak boleh telat makan siang. Jongsuk mengangguk dan mencium pipi Minri. Setelahnya, ia memasuki mobil untuk mengantar anak-anaknya ke sekolah lalu menuju rumah sakitnya.

Sesampainya mereka di sekolah–mereka bersekolah disatu yayasan yang sama–, Youngha telah diributkan oleh para fansnya yang memberinya banyak hadiah. Cheonsa hanya tertawa kecil sambil menuju kelasnya. Pemuda itu memakai earphonenya seperti biasa dan memutar lagu favoritnya, Done With Love oleh Zedd.

Ia memasuki kelasnya dan duduk di kursinya dengan tenang sebelum guru mata pelajaran Sastra Korea masuk dan memulai pelajaran pertama.

Youngha adalah seorang pemuda berumur delapanbelas tahun. Wajahnya lumayan tampan, ia juga pintar dalam pelajaran, khususnya matematika. Bahkan tidak jarang pemuda ini mengikuti beberapa olimpiade matematika. Ia juga sangat menyukai anak kecil, maka dari itu ia sering menyempatkan dirinya untuk mengunjungi panti asuhan dengan membawa banyak makanan untuk anak-anak disana. Belum lama ini, Youngha sempat membintangi sebuah iklan. Pintar, tampan, dan  baik telah melekat pada dirinya. Namun, Youngha adalah seorang pemuda yang sulit di dekati. Ia jarang berbicara ataupun tersenyum. Yang bisa membuatnya tersenyum selain keluarganya adalah anak-anak di panti asuhan. Pas rasanya julukan Ice Prince tersemat padanya.

Bel istirahat berdering. Anak-anak di kelas mulai berhamburan keluar. Youngha mengerjakan satu soal matematikanya sebelum berjalan keluar menuju kantin.

Jalan ke kantin sangat ramai. Matanya tidak sengaja melihat seorang gadis yang hendak terjatuh karena terdorong oleh siswa lain. Youngha dengan cepat memegang tangannya. Gadis itu segera kembali berdiri dengan tegak. Ia menoleh dan menatap Youngha.

Itu gadis yang tadi pagi memberinya handuk dan botol minum.

“Terima kasih!” serunya.  Youngha mengangguk. Gadis itu tersenyum. Youngha terdiam.

Ia menyukai senyumnya.

“Mimi-ya!

“Iya!”

Gadis yang dipanggil Mimi itu langsung menunggalkan Youngha dan berlari menuju teman-temannya.

Mimi.

Ia akan mengingat nama itu.


Youngha memandang langit malam itu. Hujan. Ia mendesah kesal. Ia juga mengutuk kenapa handphonenya mati dan ia tidak membawa payung. Pemuda itu baru saja menyelesaikan bimbingan belajarnya dan terjebak di halte busway yang sepi.

Ia mengusap kedua telapak tangannya.

Tap tap tap

Lee Youngha menoleh ketika suara langkah kaki memasuki indra pendengarannya. Seorang gadis tengah mengusap bajunya yang basah. Youngha kenal siapa gadis itu.

Itu Mimi.

“Oh, kau lagi!”

Gadis itu berseru ditengah derasnya hujan. Ia mendekati Youngha. Youngha dapat merasakan bahwa gigi gadis itu bergemeletuk. Youngha membuka jas sekolahnya dan menyampirkan pada Mimi. Mimi tersentak lalu memandangnya.

“Kau kedinginan.” Ucap Youngha. Ia mengusap tangannya dan meniupnya. Setelah itu memegang pipi Mimi. Pipi gadis itu langsung memerah dan ia berusaha untuk melepaskan tangan Youngha. Youngha heran, kenapa gadis itu melepaskan tangannya disaat ia mencoba untuk membuatnya hangat. Sementara Mimi, ia mengibaskan tangannya di depan wajahnya karena pipinya merona merah.

“Rumahmu dimana?”

Wow, Mimi tampaknya harus diberi penghargaan. Ini sudah kali ketiga Youngha berbicara padanya. Biasanya orang yang baru ia kenal hanya mendapat satu kalimat dari Youngha jika mereka mengobrol. Mimi mennjawab alamat rumahnya dan ternyata mereka satu arah namun berbeda komplek.

Entah kenapa, saat Mimi datang beberapa menit sesudahnya busway datang. Mereka berdua memasuki busway dan bahkan duduk bersebelahan.

“Terima kasih.” Ucap Mimi pada Youngha ketika mereka sedang berjalan bersama. Youngha mengangguk.

“Ah ya, jasmu…”

Youngha menoleh.

“Aku akan mencucinya dan mengembalikannya padamu.” Kata Mimi. Youngha mengangguk. Ketika mereka berdua berpisah, Mimi memikirkan bagaimana caranya untuk meminta nomor telepon Youngha. Bisa saja mereka tidak punya waktu untuk bertemu dan berakhir dengan tidak dikembalikannya jas sekolah Youngha (padahal faktanya Youngha memiliki dua jas sekolah).

“Mimi!”

Mimi terkesiap begitu mendengar Youngha memanggil namanya. Ia menoleh dan mendapati Youngha berjalan kearahnya. Ia menjadi meragukan apa yang dikatakan teman-temannya tentang sikap dingin Youngha.

“Ada apa?” tanya Mimi.

“Boleh aku meminta nomormu?”

Jackpot.

“A-ah, iya..”

Youngha memberikan ponselnya kepada Mimi. Gadis itu segera mengetikkan nomornya. Setelah selesai, ia mengembalikannya pada Youngha. Youngha sempat me miscall Mimi. Mimi hanya mengangguk dan menyimpan nomor Youngha.

“Sampai jumpa di sekolah.”

Youngha berbalik dan menuju rumahnya. Mimi hanya terdiam.

Lee Youngha, lelaki yang sangat diidamkan oleh banyak gadis di sekolahnya dan terkenal dengan imej dinginnya berbicara banyak pada Mimi.

“Woah, Kim Mimi. Kau hebat.” Ucapnya pada dirinya sendiri dan menepuk kedua tangannya.


Youngha mengusak rambutnya dengan handuk kecil. Ia memandang ponsel yang tengah di charge disebelah buku sejarahnya. Youngha mengambil ponselnya–setelah melepaskan charge-annya padahal belum sepenuhnya penuh– dan ia berpikir sesuatu. Pemuda itu mencari nama Mimi dikontaknya. Ia ingin mengirimnya pesan namun bingung pesan apa yang harus ia kirimkan.

‘Kau sudah sampai?’

Hapus.

‘Apakah kau sudah makan malam?’

Hapus.

‘Aku menyukai senyummu.’

Youngha hanya tertawa kecil melihat pesannya.

“Oppa!”

Hana tiba-tiba datang dan membuat Youngha terkejut hingga pesannya terkirim. Buru-buru ia melihat pesan yang tadi ia tulis dan sudah ada laporan bahwa pesannya terkirim.

“Ya! Ya! Lee Hana!” seru Youngha. Hana mengerjapkan kedua matanya. Ia jadi takut ingin bertanya pekerjaan rumahnya pada Youngha, jadi ia menutup pintu kamar Youngha dan memilih menuju kamar Cheonsa.

“Ah, benar-benar.” Ucap Youngha sambil melihat pesannya dengan wajah kesal. Pemuda itu melempar ponselnya ke ranjangnya karena kesal. Namun, ia terlonjak kaget begitu ponselnya berbunyi yang menandakan ada pesan masuk. Buru-buru ia mengambil ponselnya dan membaca pesan apa yang masuk.

Dari: Mimi

Terima kasih! 🙂

Youngha menghela napas panjang. Tidak terlalu buruk. Ia tersenyum kecil dan membalas pesan Mimi.

‘Kau kelas berapa?’

Beberapa saat kemudian, Mimi membalas pesannya.

‘3-4. Kau?’

‘Aku 3-2.’

Mereka pun terus bertukar pesan hingga Mimi harus tidur karena sudah larut malam. Youngha tersenyum kecil.

Youngha akan membelikan apa saja untuk Hana karena berkat insiden terkejut itu ia menjadi dekat dengan Mimi.

“Hana, terima kasih.”


Pagi ini, Youngha menuruni tangga dengan suasana hati yang senang. Ia bahkan menyapa ibunya yang sedang menata sarapan. Ayahnya sampai terheran-heran karena tingkah Youngha yang tidak biasanya.

“Kau sakit?” tanya sang ayah. Youngha yang sedang mengunyah sarapannya menoleh lalu menggeleng. “Kau benar-benar tidak sakit? Kemarin kau kehujanan ‘kan?” tanya ayahnya lagi. Youngha menggeleng lagi. Cheonsa dan Hana datang bersamaan. Youngha memandang Hana yang tampaknya takut dengannya. Terbukti Hana hanya menunduk saja.

“Kau kenapa, Sayang?” tanya ibunya kepada Hana. Hana menggeleng kecil. Youngha terkekeh kecil.

“Ah ya, hari ini ayah tidak bisa mengantar kalian. Ayah ada operasi mendadak. Kalian naik busway saja.” Ucap Jongsuk.

“Aku naik taksi saja. Hana, kau mau ikut?” Cheonsa bertanya pada Hana. Adik termudanya itu mengangguk. “Oppa mau ikut juga?” tanya Cheonsa. Youngha menggeleng.

Youngha sampai di halte tempat kemarin malam ia bertemu Mimi. Pemuda itu tersenyum kecil mengingat pertemuannya pada Mimi. Itu adalah pertama kalinya Youngha bersikap sedemikian pada seorang gadis.

Sebuah busway terhenti di depannya. Ia berjalan memasuki pintu busway yang terbuka. Namun, langkahnya terhenti ketika seorang gadis dengan cepat mendahuluinya. Youngha hanya menghela napas panjang.

Setelah menempelkan kartu buswaynya, ia baru sadar bahwa gadis yang tadi adalah Mimi. Gadis itu sedang duduk sambil mendengarkan lagu lewat earphonenya. Youngha tertawa kecil dan mengambil tempat duduk disebelahnya–karena kebetulan busway itu penuh–.

Mimi yang tersadar ada yang duduk disebelahnya menoleh. Ia mengerjapkan kedua matanya karena mendapati Youngha yang ada disebelahnya. Jantung gadis itu kembali berpacu dengan cepat. Ini adalah kali kedua Mimi melihat wajah Youngha dari dekat. Demi Tuhan, Youngha sangat tampan. Pantas saja gadis-gadis di sekolah sangat mengaguminya.

“Hei?”

Youngha membuka percakapan lagi.

“A-ah…” Mimi langsung tersadar dan mengalihkan pandangannya ke jendela busway. Youngha hanya tertawa kecil. Mimi yang sadar ia ditertawakan, kembali menoleh.

Youngha tertawa.

Di dekatnya.

Oh, ini adalah sesuatu yang langka.

“K-kau menertawakanku?!” seru Mimi. Youngha memandangnya, lalu mengangguk. Mimi mengerucutkan bibirnya. Ternyata ia menyebalkan.

Mereka sampai di sekolah. Para gadis berbisik-bisik karena melihat Youngha berjalan bersama Mimi. Mimi menjadi tidak nyaman. Ia pun langsung menghampiri Yooa, temannya yang juga terheran-heran karena sesuatu hal yang tidak biasa ini.

“K-kau berjalan bersama Youngha?” tanya Yooa dengan berbisik.

“Aku akan menceritakannya nanti. Ayo cepat kita masuk ke kelas!” jawab Mimi.

Youngha memasuki kelasnya tanpa peduli apa yang sedang dibicarakan tentangnya. Ia langsung duduk di tempatnya, di dekat jendela dengan pemandangan lapangan olahraga.

BRAK.

Youngha mendongak begitu sebuah buku tebal turun diatas mejanya. Buku matematika dengan label nama ‘Jung Jinkyung’.

“Bantu aku menyelesaikannya.” Ucap Jinkyung sambil duduk di depan Youngha. Pemuda itu menghela napas, lalu mengulurkan tangannya untuk meminta pensil dari Jinkyung.


Siswa kelas 3-4 berjalan menuju lapangan. Ini adalah jam olahraga bagi mereka. Karena sang guru olahraga belum datang, membuat para siswa melakukan kegiatan sendiri-sendiri. Ada yang bermain bola (tentunya siswa laki-laki), mengobrol, atau memulai pemanasan sendiri-sendiri.

Mimi mendongakkan kepalanya sambil merentangkan tangannya. Ia dan Yooa memilih untuk pemanasan sendiri. Namun, matanya melihat wajah Youngha dari bawah. Wajah pemuda itu tampak sangat serius mendengarkan guru yang sedang mengajar. Sesekali, ia menulis apa yang dirasanya penting.

Yooa menyenggol Mimi yang sedang memperhatikan Youngha.

“Kau menyukainya?” tanya Yooa. Mimi menoleh.

“Pemuda seperti itu, siapa yang tidak akan menyukainya.” Jawab Mimi. Yooa hanya mengangguk setuju. Mimi masih memandang Youngha hingga pemuda itu tak sengaja melihat kearah luar jendela dan mendapati gadis itu sedang memperhatikannya.

Mimi langsung mengedarkan pandangannya. Hal itu membuat Yooa bingung.

“Kau kenapa?” tanya Yooa.

“Aku ketahuan.” Jawab Mimi. Yooa mendongak dan benar saja Youngha sedang melihat Mimi.

“Ayo kita pergi.” Ajak Yooa. Mimi mengangguk dan keduanya pun langsung berjalan menuju kursi yang ada di bawah pohon.

Youngha yang melihatnya menjadi tertawa kecil. Gadis itu lucu. Entah kenapa, senyumnya mengembang jika ia melihat atau memikirkan Mimi.

Ia langsung tersadar karena gurunya memanggilnya untuk menjawab pertanyaan di papan tulis.

‘Mimi, apakah aku menyukaimu?’


Hana tengah mengerjakan pekerjaan rumahnya dengan serius. Ia langsung merasa terganggu dengan seseorang yang mengetuk pintu kamarnya.

“Masuk saja.” Ucapnya dengan nada malas.

Youngha memasuki pintu dan menutupnya kembali.

“Mengerjakan apa?”

Begitu suara Youngha memasuki indra pendengaran Hana, siswa kelas 2 menengah pertama itu langsung terkesiap. Ia menutup kedua matanya cepat-cepat. Youngha hanya tertawa melihat hal itu.

“Oppa! Maafkan aku! Aku tidak senga–“

“Hana-ya, kau mau aku belikan cokelat?”

Kedua mata Hana langsung terbuka. Ia menatap kakak tertuanya itu.

“Se-serius, Oppa?” tanya Hana. Youngha mengangguk. “Aku mau!!!” Seru Hana dengan semangat.

“Kalau begitu, cepat pakai sweatermu dan kita beli cokelat. Aku dengar ada toko baru di dekat kedai Paman Park.”

Hana langsung mengangguk. Ia buru-buru mengambil sweater pastelnya dan menyisir rambutnya. Tak lupa mengikatnya dengan ikatan ekor kuda.

“Ayo, Oppa!” seru Hana. Sejenak, ia lupa dengan pekerjaan rumahnya.

Keduanya sampai di toko cokelat yang baru dibuka itu. Hana dengan cepat langsung memilih cokelat yang ada disana dengan perasaan senang. Youngha hanya tersenyum melihat tingkah adiknya. Ia juga memilih beberapa cokelat untuk Cheonsa dan kedua orang tuanya.

“Youngha?”

Youngha menoleh dan objek penglihatannya mendapati Mimi ada disebelahnya dengan boks kecil berisi cokelat-cokelat yang akan ia tata di etalase.

“Oh, Mimi.” Balas Youngha.

“Kau sedang apa?” tanya Mimi.

“Aku sedang menemani adikku yang sedang membeli cokelat.” Ia menunjuk Hana yang sedang memilih cokelat. “Kau?”

“A-aku pegawai disini.”

Youngha mengangguk kecil. Entah kenapa hatinya senang mengetahui fakta bahwa ia bisa bertemu Mimi disini. Mungkin, ia akan sering mengajak Hana membeli cokelat jika seperti ini.

“Aku permisi dahulu.” Ujar Mimi.

“Sebentar.”

Tanpa sadar, Youngha memegang tangan Mimi. Mimi terkesiap. Ia menoleh.

“Bisa kau menunjukkan dimana tempat cokelat-cokelat yang paling enak?” tanya Youngha. Mimi mengangguk.

Hana membawa keranjangnya yang berisi banyak cokelat. Youngha sampai terkejut melihat banyaknya cokelat yang adiknya itu beli. Hana berkilah bahwa ia akan membagikannya pada Jisang, anak dari teman kedua orang tuanya, Oh Sehun dan Lee Kyunghee.

Setelah membayarnya, kakak-beradik Lee itu kembali ke rumah dengan perasaan senang. Hana yang senang karena ia dibelikan banyak cokelat oleh Youngha dan Youngha yang senang karena ia bisa bertemu Mimi lagi.


Hari demi hari, Youngha menjadi ‘sedikit’ ceria. Ia menolak berangkat dan pulang sekolah menaiki mobil ayahnya. Ia lebih suka berlama-lama di halte demi menunggu busway. Pemuda itu juga sering mengajak Hana ke toko cokelat tempat dimana Mimi bekerja. Hana sangat senang karena hal itu namun terkadang ia menolak dan berujung hanya Youngha yang kesana.

Youngha melangkahkan kakinya menuju kelasnya. Pagi ini, entah kenapa ia tidak bertemu Mimi di halte maupun di busway. Ia tidak mungkin menghubungi gadis itu karena hal kecil seperti ini.

Memangnya ia siapa?

Iya. Memangnya dia siapa?

Lee Youngha menaruh tasnya dan memakai earphonenya. Ia memutar lagu yang baru-baru ini sering ia putar.

Seventeen – 20

I want to be your morning baby

From now on, be alright

Until all the things you want become mine

Look at me and be my lady

I want you to be my night

You’re my twenties

“Oi.”

Youngha melepas earphone sebelah kanannya. Ia mendongak dan mendapati Jinkyung yang sudah ada di depannya lengkap dengan buku kimia dan pensilnya. Pemuda itu menghela napas panjang karena tau maksud dari kehadiran Jinkyung. Ia segera meraih pensil Jinkyung dan membuka bukunya.

“Halaman berapa?” tanya Youngha. Jinkyung tersenyum lebar.

“102 bagian a nomor 4 sampai 10!” serunya.

“Ini soal mudah.” Timpal Youngha lalu mulai mengerjakannya. Jinkyung menatapnya kesal.

“Mudah untukmu!” serunya lagi. Youngha berpura-pura tidak mendengarkannya. Ia sibuk mengerjakan soal Jinkyung. Ia bahkan memberinya penjelasan paling mudah dan beberapa contoh soal. Sementara gadis itu menatap loker yang ada di belakang kelas. Ia memandang loker milik Youngha yang banyak sekali stiker seperti ‘Oppa, semangat!’ ‘Kau sangat tampan T_T’ ‘Apakah kau mempunyai pacar?’ dan yang membuat ia tertawa adalah ‘Oppa, apakah kau membaca stiker ini?’.

“Woah, kau seperti idol saja.” Sindir Jinkyung. Teman-teman sekelas Youngha tidak terkejut karena ada Jinkyung disini. Sudah kebiasaan.

“Ini. Sudah selesai.”

Jinkyung mengambil bukunya dan ia membulatkan mulutnya.

Lee Youngha benar-benar seorang yang jenius.

Setelah Jinkyung mengatakan terima kasih dan kembali ke kelasnya, Youngha kembali mendengarkan lagu. Jam pelajaran kosong karena para guru ada rapat mendadak terkait ulangan semester. Youngha bisa mengisi waktunya dengan tidur sejenak. Ia harus terjaga sampai jam dua malam tadi karena harus mengerjakan pekerjaan rumah sejarahnya.

Namun, matanya kembali terbuka ketika ia mendengar suara ribut anak-anak.

“Kau tau?! Hari ini, Seungcheol akan menyatakan perasaannya!”

Youngha tertawa kecil. Si bodoh Seungcheol. Temannya sejak SD dan sekarang ia adalah ketua organisasi sekolah. Walaupun mereka jarang bermain bersama karena disibukkan oleh persiapan untuk suneung, namun keduanya masih dekat.

“Benarkah? Siapa gadis yang beruntung itu?” tanya gadis yang lain.

Yeah, Seungcheol sangat populer karena ia ketua organisasi, wajahnya yang tampan dan keahliannya dibidang rap.

“Aku dengar ia dari kelas 3-4.”

3-4?

Youngha benar-benar serius mendengarkan.

“Siapa namanya? Mimi?”

Mimi?

Mi…mi?

MIMI?

Youngha segera berlari keluar kelas. Sesampainya di aula, tempat itu sangat ramai oleh anak-anak. Ia berjinjit untuk melihat siapa yang menjadi objek disana.

Seungcheol yang tengah berlutut di depan Mimi.

Tangan Youngha mengepal hingga kuku jarinya memutih. Ketika ia ingin menerobos, seorang guru mengusir mereka dan berkata bahwa guru-guru akan kembali ke kelas.

Sepanjang pelajaran, Youngha tidak bisa fokus. Ia hanya memikirkan Mimi.

Bagaimana jika Mimi menerima Seungcheol?

Ia menggelengkan kepalanya kuat-kuat dan mencoba fokus mendengarkan guru Bahasa Inggrisnya. Namun, tetap saja tidak bisa.

Beruntung mereka dipulangkan lebih awal. Youngha berjalan menuju halte sambil menunduk. Entah kenapa ia merasa bodoh. Ia benci dirinya sendiri yang terlambat berterus terang pada Mimi.

Ia benci kalau mengakui bahwa ia menyukai Mimi dengan terlambat.

Busway berhenti di depannya, ia segera memasuki busway tersebut. Setelah menempelkan kartu buswaynya, ia mencari tempat yang kosong.

Bingo.

Mimi sudah ada disana dan hanya tempat disebelahnyalah yang kosong.

Youngha berjalan menuju kursi yang kosong disebelah Mimi. Mimi yang melihat Youngha berjalan kearahnya mengukir senyumnya.

“Hai!” serunya. Youngha hanya membalasnya dengan senyum tipis.

Mungkin besok ia akan kembali menaiki mobil ayahnya lagi.

Namun, ia tidak memungkiri bahwa berada di dekat Mimi membuat jantungnya berdegup lebih cepat.

“Mimi-ya.”

Akhirnya, ia memanggil gadis itu.

“Hm?”

Mimi menoleh kearahnya. Youngha memandangnya.

“Apakah kau menerima perasaan Seungcheol?” tanya Youngha. Ia benar-benar tidak terlihat seperti Youngha yang biasanya. Mimi terlihat terkejut karena pertanyaan yang dilontarkan Youngha.

“A-apa?”

“Kau menerima perasaan Seungcheol?” ulang Youngha.

Mimi menunduk.

“A-aku belum memutuskannya.” Jawab Mimi.

Ada kelegaan di hati Youngha walaupun belum sepenuhnya.

Namun, ia harus mengungkapkannya.

“Mimi, aku menyukaimu.” Ucapnya dengan suara yang pelan.

Mimi menengok kearahnya. Sebenarnya ia mendengarnya namun ia ingin mendengarkannya lagi.

“Apa?”

“Aku menyukaimu dari awal kita bertemu. Aku menyukai senyummu. Aku tidak tau kenapa aku sangat ingin melihatmu terus menerus maka dari itu aku sering pergi ke toko cokelat itu. Aku ingin terus melihat senyummu makanya aku membiasakan diriku menaiki busway.”

Mimi mengerjapkan kedua matanya. Youngha mengucapkan banyak kata padanya.

Mimi benar-benar perlu diberi penghargaan.

“Youngha…”

“Aku hanya mengatakannya saja. Setidaknya hatiku sudah lega karena hal ini. Kau bisa menerima Seungcheol bila kau mau. Ia adalah temanku. Ia baik dan tipikal orang yang setia. Aku harap kau bahagia dengannya.”

Youngha langsung memandang kedepan. Ia benar-benar mengatakan semuanya.

“Youngha…” panggil Mimi. Youngha menoleh.

“Aku juga menyukaimu sejak aku melihatmu di taman. Tidak, aku menyukaimu sejak tahun pertama aku memasuki sekolah. Aku belum menjawab perasaan Seungcheol karena aku masih menyukaimu. Aku takut bila aku hanya akan melukai perasaan Seungcheol karena aku tidak menyukainya.”

Kini, Youngha yang terkejut atas pengakuan Mimi.

“Maaf aku menyukaimu dengan diam-diam. Saat aku menyapamu di taman itu adalah keberanian terbesarku.”

“Jika aku yang menyatakan perasaanku, apakah kau akan menerimanya?” tanya Youngha. Mimi memandangnya.

“Mimi, maukah kau menjadi kekasihku?”

Degup jantung keduanya sama-sama berdetak sangat cepat ketika keduanya memandang satu sama lain. Mimi mengangguk kecil.

“Be-benarkah?” tanya Youngha.

Dengan sebuah senyum yang sangat Youngha sukai, Mimi berkata, “Aku mau.”

Hari itu Youngha benar-benar banyak tersenyum. Anak pertama dari pasangan dokter dan penulis itu langsung memegang tangan Mimi. Pipi gadis yang telah resmi menjadi kekasihnya beberapa saat yang lalu langsung merona merah. Ia pun membalas pegangan tangan Youngha.


Seungcheol mendongak ketika ia melihat sepasang sepatu di depannya. Pemuda itu tersenyum.

“Kau sudah memikirkannya?” tanya Seungcheol pada Mimi. Mimi mengangguk.

“Apa jawabanmu?” tanya Seungcheol lagi.

Tiba-tiba, Youngha datang dan merangkul Mimi.

“Maaf, sahabatku, Seungcheol. Mimi sudah menjadi milikku.”

Seungcheol hanya tersenyum kecil. Ia menepuk lengan Youngha. Pemuda itu menjadi bingung.

“Aku sudah tau akan seperti ini.”

“Maksudmu?”

“Sahabatnya telah bercerita banyak padaku.”

Youngha memandang Mimi.

“Maksudmu… Yooa?” tanya Mimi. Seungcheol mengangguk.

“Aku senang kau jadi banyak bicara karena dia. Aku harap kalian bisa mempertahankan hubungan kalian.” Ucap Seungcheol. “Aku ada latihan. Bersenang-senanglah!”

Seungcheol melengos pergi setelahnya. Membuat keduanya bingung.

“Yooa pasti sudah bercerita banyak hal.” Kata Mimi. Ia hendak mengirim sahabatnya itu pesan namun ditahan oleh Youngha.

“Biarkan saja. Kita harus mengajaknya makan bersama besok. Berkatnya, Seungcheol tidak terlalu sakit karena penolakanmu.”

Mimi tersenyum.

“Kenapa kau banyak bicara ketika kau denganku?”

“Karena kau kekasihku. Tentu saja.”

“Bagaimana jika kau bukan kekasihmu?”

“Aku hanya akan diam.”

“Aku penasaran kau bisa atau tidak mendiamkanku.”

Youngha mengangkat alisnya. Mimi melepas rangkulannya dan merubah wajahnya menjadi serius.

“Lee Youngha, kita akhiri saja kisah cinta kita.” Katanya. Youngha memandang Mimi sebentar sebelum ia pergi meninggalkan gadis itu seperti yang ia lakukan pada gadis-gadis di sekolahnya.

“Ya, Lee Youngha!” seru Mimi sambil mengejar Youngha dan memeluk lengannya manja. Youngha tertawa dan mengacak rambut Mimi.

“Aku benar-benar sudah jatuh cinta padamu.”

Mimi tersenyum.

“Yooa bilang aku harus diberi penghargaan karena membuatmu banyak berbicara.”

Youngha membalas senyum Mimi.

“Aku akan memberimu penghargaan.”

“Um? Apa?”

Mimi terkejut begitu Youngha mencium pipinya sekilas.

“Younghaaaa!!!” seru Mimi sambil mengejar Youngha lagi. Youngha tertawa karena hal itu. Keduanya mulai menghabiskan hari Minggu mereka sebagai sepasang kekasih.

–kkeut

Leave a comment