[Fanfiction] School Memories

poster-school-memories

School Memories

Park Je Woo’s storyline

EXO’s Byun Baekhyun, OC’s Nam Minyoung

Credit: Cicil@2deer

 

Tap Tap Tap.

Suara sepatu menggema lorong sekolah yang sepi ini. Seorang pemuda berseragam Kwanghye sambil membawa tasnya berlari dengan cepat. Salahkan alarmnya yang tidak berbunyi. Oh, atau salahkan ia yang salah memasang alarm? Itu tidak penting sekarang. Yang penting, bagaimana cara dirinya tidak tertangkap basah karena datang terlambat. Ia bahkan lupa mengancingi seragamnya dan—oh! Celananya terbalik!

“Aish, aku terlambat!” gerutunya sambil berlari.

Langkahnya lama kelamaan memelan ketika mendengar suara berat dari ujung lorong.

“Apakah itu Kang songsaenim?” tanyanya pada dirinya sendiri. Ia menggenggam tali tasnya lalu mengintip dari balik tembok.

Dadanya berdegup cepat.

Bukan, bukan karena Kang songsaenim adalah guru yang ia suka atau ia cinta malah. Jelas saja, Kang songsaenim adalah seorang laki-laki gempal yang hobi memanjangkan kumisnya dengan kepalanya yang mengkilap a.k.a botak bersih dan memegang peranan sebagai guru matematika galak di kelasnya. Ia bahkan sering bercanda dengan Chanyeol—teman sebangkunya, bahwa rambut Kang songsaenim habis karena memikirkan soal matematika yang rumit.

“Aish, anak-anak ini semakin lama mereka semakin berani.”

Pemuda itu menelan salivanya dengan susah payah. Ugh, kenapa disaat seperti ini ia sepertinya ingin mengeluarkan sesuatu yang mengganjal di perutnya?! Ia mengumpat pelan sambil memegang perutnya. Kakinya bergerak tidak nyaman.

Melihat ada sesuatu yang aneh dari balik tembok, Kang songsaenim mengerutkan alisnya. Apalagi ketika sebuah sepatu mulai terlihat.

“Siapa itu? Rasanya aku mengenalinya.”

DEG!

Demi Tuhan, degupan jantung ini lebih parah daripada degupan jantungnya untuk first lovenya dahulu. Ia takut. Takutnya malah melebihi ketika mengerjakan 10 soal kimia dengan rumus yang rumit. Kedua telinganya mendengar bahwa suara langkah kaki itu semakin mendekat dan yang ia bisa lakukan hanyalah memejamkan matanya. Bersiap menerima semua konsekuensinya.

Tap Tap

“HEI NAM MINYOUNG!!!”

Sehabis suara menggelegar Kang songsaenim, tangan pemuda itu serasa ditarik dan diajak berlari. Saat ia membuka matanya, seorang gadis dengan rambut yang diikat asal-asalan sambil mengunyah permen karet ada di depannya.

Tring.

“KALIAN JANGAN LARI!!!” teriak Kang songsaenim namun keduanya tidak mengindahkannya. Disaat ketiganya berlari, sebuah name tag yang terlepas tertendang hingga masuk kedalam pot tanaman.

Dan disana tertera nama Byun Baekhyun.

“Namaku Baekhyun, kau?”

Baekhyun mengulurkan tangannya pada Minyoung yang sedang fokus pada layar handphonenya. Ia baru mengetahui suatu fakta yang ternyata ia dan Minyoung adalah teman sekelas 3. Mereka memang baru memulai tahun ajaran baru. Beberapa saat kemudian, Baekhyun tetap pada posisinya dengan terus mengulurkan tangannya. Karena tak kunjung dibalas uluran tangannya, Baekhyun jadi penasaran dengan apa yang dilakukan gadis ini. Jadi, ia mengintip apa yang sedang Minyoung lihat.

“Untuk apa kau melihat foto Sungmin sunbae sampai seperti itu?” tanya Baekhyun polos.

Minyoung langsung tersadar lalu dengan refleks meninju  perut Baekhyun hingga pemuda itu terjungkal kebelakang.

“Hei! Apa yang kau lakukan?!” seru Baekhyun.

“Oops, maaf. Gerakan refleks. Kupikir kau mau macam-macam denganku.” Tukas Minyoung

“Untuk apa aku macam-macam denganmu? Lihat tubuhmu sendiri! Kau lurus tak ada yang bisa menarik perhatianku. Kau tidak berdandan, kau ti—“

BUGH.

“Sekali lagi kau merendahkanku, kupastikan keluargamu memesan tanah untukmu!” ucap Minyoung lalu melengos.

“Hei!!! Aish!!!” gerutu Baekhyun.

Sadar menjadi pusat perhatian dan tertawaan, ia langsung bangun dan mengusap pipinya.

“Apa yang kalian lihat, hah?!” teriak Baekhyun lalu pergi meninggalkan kelas. “Bahkan ia memakai celana training!” sungut pemuda itu lagi sambil mengusap pipinya.

“Anak-anak. Hari ini adalah pembagian ulangan matematika.”ucap Cho songsaenim.

“Mwo?”

“Andwae!”

“Nilaiku pasti jelek!”

Terdengar suara tak senang dari murid-murid. Tapi, walaupun begitu Cho songsaenim tetap memberikan kertas-kertas ulangan matematika tersebut.

Baekhyun mencuri pandang kearah Minyoung yang sedang memperhatikan kertas yang sudah diterimanya. Beberapa saat kemudian, Chanyeol—teman sebangkunya— memukul kepala Baekhyun sembari berkata bahwa kertasnya sudah ada diatas mejanya.

“Kau dapat berapa?” tanya Chanyeol.

“Hmm seperti biasa. Kau?”

“70.”

“Besar sekali!”

“Apanya yang besar? Kalau punyaku besar, bagaimana punya Jongdae?”

Baekhyun tertawa cengengesan. Pandangannya kembali jatuh pada Minyoung yang sedang menggumpalkan kertasnya dan membuangnya sembarangan. Setelahnya, ia menumpuk kedua tangannya dan menaruh kepalanya disana. Tak lupa memejamkan kedua matanya.

Entah kenapa, Baekhyun tertarik untuk terus memandangi Minyoung.

Dan senyum Baekhyun mulai merekah.

Sepertinya memang benar jika wajah tidur seseorang lebih menarik untuk diamati.

Keesokan harinya, Baekhyun tengah berjalan menuju kantin dengan Chanyeol. Jika ia ingin ke kantin, otomatis melewati lapanga kecil belakang sekolah.

“Tebak apa yang ia ambil?” tanya Chanyeol dengan antusias.

“Ikat rambut?”

“Itu ulat!”

Keduanya tertawa sangat keras. Namun, tiba-tiba langkah  Baekhyun terhenti ketika mendapati Minyoung sedang bercanda tawa dengan seseorang dibawah pohon maple dengan ditemani buku-buku. Baekhyun rasa, ia mengenali orang yang bersama Minyoung. Dengan menyipitkan matanya, ia berhasil mengetahui siapa yang bersama Minyoung kala itu.

“Sungmin sunbae?” gumamnya.

Chanyeol yang merasa berbicara sendiri memandang arah penglihatan Baekhyun. Melihat hal itu, Chanyeol hanya bisa menepuk punggungnya pelan. Ia tau bahwa Baekhyun menyukai Minyoung.

Semenjak kejadian itu, beberapa kali dalam mata pelajaran yang berbeda Minyoung dapat nilai yang lumayan bagus. Ia juga melihat senyum lebar terkembang diwajah Minyoung saat mendapat nilai matematikanya 100.

Maka Baekhyun pun bertanya-tanya dalam hatinya.

Apakah Minyoung mempunyai hubungan dengan Sungmin?

Namun ia juga bertanya pada dirinya sendiri.

Apakah ia cemburu?

Sebuah hari yang—mungkin— Baekhyun impikan datang. Yaitu sekelompok belajar dengan Minyoung.

“Kau tidak bisa mengerjakan tugas hari ini?” tanya Baekhyun pada Chanyeol, teman sekelompoknya juga.

“Maaf, Baek. Aku harus mengantar Ibuku ke Busan hari ini.”

Baekhyun berpura-pura menampakkan wajah kecewa. Namun hatinya sangat senang. Pasalnya, dari 4 orang di kelompoknya, hanya ia dan Minyoung yang bisa mengerjakan tugas hari ini. Jina juga berkata sama dengan Chanyeol. Membuat Baekhyun menjadi curiga.

“Kau… kenapa alasannya sama dengan Jina?”

Chanyeol menjadi gelagapan. Ia bingung mau membalas apa. Baekhyun terkekeh pelan.

“Kau dan Jina akan berkencan ‘kan hari ini? Ayolah mengaku saja!” seru Baekhyun.

“Ssshhtt!!! Nanti anak-anak tau dan menggagalkan semuanya. Aku tidak mau bernasib seperti Yixing yang acara menyatakan cintanya pada murid sebelah kacau karena kelas kita yang rusuh!”

Baekhyun tertawa. Memang benar. Kelasnya adalah kelas terheboh dan paling rusuh. Guru-guru saja sudah menyerah mengajar mereka jadi, mereka hanya membiarkan saja murid-murid kelas 12-G ini melakukan apa saja.

“Baiklah, Bung. Semoga berhasil!” ucap Baekhyun sambil menepuk punggung Chanyeol. Seusainya, ia berjalan menuju tempat Minyoung yang sedang melamun.

“Minyoung!” panggilnya. Minyoung terlihat terkejut dan Baekhyun hanya bisa menertawakan gadis itu. Tawanya terhenti saat Minyoung menginjak sepatunya dengan keras dan tawa Baekhyun langsung berganti menjadi ringisan.

“Aduh, kau ini kenapa kuat sekali! Apa kau tidak pernah berpikir bagaimana kalau kakiku menjadi tipis karena kau injak?!” seru Baekhyun.

“Tidak,” jawab Minyoung pendek.

“Er, kau ini benar-benar. Omong-omong, hari ini kau ada jadwal tidak?” tanya Baekhyun.

“Memangnya ada apa?” tanya balik Minyoung.

“Kerja kelompok geografi! Astaga, aku rasa otakmu perlu direspirasi.”

“APA?!”

Minyoung hendak menginjak lagi sepatu Baekhyun namun pemuda itu berhasil menghindar dan membuat tanda peace.

“Kau ada jadwal tidak, eh?”

“Jadwal apa ya… sebentar aku pikir dahulu.”

Baekhyun menghela napas pelan.

“Kau tidak ada latihan taekwondo?”

Minyoung menoleh cepat.

“Bagaimana kau tau bahwa aku hari ini ada latihan taekwondo?!”

Minyoung menatap Baekhyun curiga. Baekhyun menjadi salah tingkah. Akan bodoh namanya jika ia berkata bahwa selama ini pemuda itu mencaritau segala hal tentang Nam Minyoung.

“A-aku hanya menebak saja.” Ucap Baekhyun cepat.

“Aku latihan hingga jam 4. Kau mau menungguku?”

Bahkan jika hingga jam 12 malam aku masih setia menunggumu, batin Baekhyun. Ia pun mengangguk.

“Tapi kau harus membelikanku pizza, oke?”

“Aku sungguh tidak mengerti geografi! Aaah!!!”

Minyoung menundukkan kepalanya. Baekhyun menggelengkkan kepalanya pelan. Ia terpaksa harus mengerjakan sendiri geografi kelompoknya. Matanya memandang tiga kotak pizza yang habis dan sebagian besar dimakan oleh Minyoung. Ia tidak percaya bahwa gadis itu memakan dengan porsi yang besar. Membuat dompet Baekhyun terkuras habis.

“Kau harus belajar banyak.” Celetuk Baekhyun. Minyoung mencibir. Ia berjalan menuju dapur rumah Baekhyun. Rumah pemuda itu sepi. Kedua orang tuanya sedang keluar kota untuk menjenguk Nenek Baekhyun yang sakit. Beberapa hari sebelumnya, Baekhyun senang sekali bercerita tentang rumah Neneknya. Hingga Minyoung muak dan berkata bahwa dirinya tidak memiliki minat untuk ke rumah nenek Baekhyun karena ia bukanlah Yixing—teman sekelas mereka yang berasal dari China.

Semenjak kejadian dikejar Kang songsaenim keduanya menjadi dekat. Baekhyun senang sekali mengganggu Minyoung. Beberapa kali mereka—bersama Jina dan Chanyeol—terlihat istirahat bersama. Hal itu membuat Baekhyun senang. Ia bisa selangkah lebih dekat dengan Nam Minyoung.

“Minyoung-ah.” Panggil Baekhyun.

“Hm?” responnya.

“Apa pendapatmu tentang Sungmin sunbae?”

Minyoung mengangkat kepalanya pelan dan memandang Baekhyun.

“Sungmin sunbae? Kenapa kau bertanya tentangnya?” tanya Minyoung balik.

“Aku hanya ingin tau saja. Aku sering melihatmu berdua dengannya.” Tukas Baekhyun. Matanya masih serius memandangi soal-soal geografi. Sebenarnya ia juga tidak mengerti maksud soal ini. Namun, Baekhyun tidak mau dianggap jelek oleh Minyoung. Diam-diam, tangannya mengetikkan sesuatu di smartphonenya. Ia tengah mencari lewat internet tanpa sepengetahuan Minyoung.

“Ia baik dan sopan. Sungmin sunbae juga pintar.” Kata Minyoung. Alisnya terangkat sebelah. “Kenapa kau menanyakannya? Aneh.” Cibir Minyoung.

Baekhyun menganggukkan kepalanya.

“Apakah kau menyukainya?” tanya Baekhyun sambil menyalin apa yang ada di smartphonenya ke bukunya dengan pelan.

“Dahulu iya.” Jawab Minyoung pelan. “Sebelum dia sudah memiliki ke—“

Ucapan Minyoung terhenti kala Baekhyun mencium bibirnya sekilas ketika gadis itu lengah. Baekhyun memandang Minyoung. Gadis itu mengerjapkan matanya beberapa kali.

“Bisakah aku menggantikan dirinya?” tanya Baekhyun.

Semenjak kejadian itu, baik Minyoung maupun Baekhyun memilih untuk menjaga jarak. Baekhyun tidak nyaman dengan ini. Minyoung selalu menghindar jika berpapasan dengannya. Ketika ia menyapa, Minyoung hanya menjawab bahwa ia sedang sibuk.

Dan gadis itu pun merasa, beberapa serpihan hatinya hilang. Ia tidak lagi diusili Baekhyun. Minyoung tidak lagi mendengar celotehan Baekhyun tentang rumah Neneknya. Hari-harinya sangat sepi. Ia menjadi biasa bercanda dengan Jina dan Chanyeol. Namun tetap saja Baekhyun masih membayangi pikirannya.

“Kulihat kau murung akhir-akhir ini.” Celetuk Jina ketika mereka sedang makan bersama di kantin. Pandangan Minyoung masih tetap mengarah pada Baekhyun yang tengah memakan makan siangnya bersama seorang gadis. Tampak tawanya terlihat dan sesekali ia tersedak karena tertawa begitu banyak.

“Minyoung-ah?” panggil Jina begitu perkataannya tidak diindahkan oleh Minyoung.

“Ah, eh? Apa?”

Minyoung yang kelabakan langsung memandang Jina. Jina memandang arah tatapan Minyoung tadi lalu menghela napas.

“Ada apa dengan Baekhyun? Kau tampak menjauhinya. Padahal, dulu kita sering bermain bersama.” Ucap Jina sambil memakan snacknya. Ia sedang tidak berniat memakan karbohidrat terlalu banyak. Ingin diet katanya.

“Ehm, tidak.”

“Kau jadi bermain rahasa seperti ini.”

Minyoung memandang Jina. Ia menghela napas panjang. Bahkan matanya tetap beralih pada Baekhyun yang sudah selesai dengan makan siangnya.

“Aku sedang tidak berselera makan.” Ujar Minyoung pelan. Ia meminum orange juicenya.

Tunggu, kenapa hatinya sakit begitu melihat Baekhyun dan gadis itu berjalan bersama dengan senyum yang menghiasi wajah mereka?

Apakah Minyoung cemburu?

Minyoung menggelengkan kepalanya.

“Aku sudah gila,” gumamnya.

Bahkan Minyoung dan Baekhyun masih tetap menjauh hingga hari kelulusan tiba.

Tidak ada tegur sapa. Tidak ada senyuman. Tidak ada ucapan selamat tinggal. Semuanya mereka lalui seperti tidak pernah saling mengenal. Jina dan Chanyeol sampai menggelengkan kepala mereka melihat tingkah keduanya.

“Aku rasa kita harus melakukan sesuatu.” Ucap Jina. Chanyeol menoleh.

“Melakukan apa?” tanya Chanyeol.

“Pokoknya, kita harus menyatukan mereka kembali. Aku tidak tahan melihat Minyoung seperti itu terus.” Jawab Jina.

“Namun apa yang harus kita lakukan?”

Jina tampak berpikir sebentar sebelum membisikkan sesuatu pada Chanyeol. Mendengar bisikan Jina, Chanyeol menganggukkan kepalanya.

“Itu ide bagus. Ayo kita lakukan!” seru Chanyeol. Jina menganggukkan kepalanya. Keduanya berjalan kearah yang berbeda demi menyelesaikan misi mereka.

“Minyoung-ah!”

Minyoung yang sedang memandang orang-orang yang tengah bersenda gurau menatap Jina.

“Ada apa?” responnya pendek.

“Ayo ikut aku!” kata Jina sambil memegang tangan Minyoung.

“Kemana?”

“Kesuatu tempat. Daripada kau hanya mematung seperti itu.”

Minyoung hanya bisa mengikuti Jina dari belakang tanpa mencurigai apapun.

Namun ia baru menyadari bahwa Jina membawanya ke koridor sekolah. Koridor itu sepi karena yang lain tengah ada di aula besar sekolah.

Dan disana ada Chanyeol.

Juga Baekhyun.

Sesampainya disana, baik Jina maupun Chanyeol langsung meninggalkan mereka. Baekhyun sempat protes namun tidak jadi. Ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Minyoung tampak mengeluarkan sesuatu dari kantong seragamnya.

Itu name tag Baekhyun yang lepas karena mereka berlari-larian di hari pertama masuk sekolah.

“Ini name tagmu. Aku menemukannya saat kita sedang olahraga.” Ucap Minyoung kikuk sambil memberikan name tag Baekhyun. Pemiliknya mengulurkan tangannya dan mengambil name tagnya sendiri. Hening melanda.

“Selamat atas kelulusanmu.” Ucap Baekhyun pendek. Minyoung mengangguk pelan.

“Kau juga.”

Baekhyun memandang Minyoung. Ia menghela napas panjang.

“Aku minta maaf atas kejadian waktu itu.” Ucapnya.

“Ah… itu… tidak apa-apa.”

Tiba-tiba Baekhyun terkikik.

“Kenapa?” tanya Minyoung.

“Kenapa tiba-tiba kau menjadi sweet seperti ini?” ucap Baekhyun. Minyoung tersadar bahwa ia di depan Baekhyun sekarang menjadi berubah.

“Hei, kau mau mati?!” seru Minyoung. Baekhyun hanya tertawa. Tanpa sadar Minyoung ikut tertawa. Keduanya kembali seperti dahulu lagi tanpa adanya kecanggungan diantara mereka.

Baekhyun tersenyum mengingat hal itu semua. Memorinya saat ia ada di SMA dahulu. Tangannya mengelus pelan fotonya dengan Minyoung saat hari kelulusan.

“Sepertinya saat itu indah, ya?” gumamnya.

“Ayah! Ayo kita berangkat!” seru seorang bocah laki-laki. Baekhyun menoleh lalu tersenyum. Ia menggendong bocah laki-laki itu yang ternyata adalah anaknya.

“Apakah Ibu sudah siap?” tanya Baekhyun.

“Uh! Ibu lama sekali mengoleskan bedak.” Jawab bocah itu.

“Itu karena Ibumu jarang menggunakan make up, Jesper.”

“Sepertinya ada yang membicarakanku.”

Tampak seorang wanita keluar dari kamar dengan make up tipis. Ia mengambil alih Jesper.

“Ayo. Kita bisa terlambat.” Ajak wanita itu. Baekhyun tersenyum lalu mengusap rambut wanita tersebut.

“Aigoo, Minyoungku sudah berubah menjadi seorang ibu rupanya.” Ucap Baekhyun.

“Apa yang kau katakan. Aku memang seorang ibu. Sudahlah, ayo kita berangkat.”

Baekhyun mengangguk. Keluarga kecil itu berjalan menuju mobil hitam yang terparkir di depan rumah mereka. Setelah beberapa menit perjalanan, mereka sampai disebuah tempat yang megah. Jesper sangat bersemangat sekali hingga ia terjatuh dan Minyoung menepuk baju Jesper yang kotor.

“Ah, itu Sungmin hyung!” seru Baekhyun. Minyoung mengarahkan pandangannya pada Sungmin dan istrinya yang baru saja disahkan menikah beberapa jam yang lalu. Ketiganya berjalan menuju Sungmin.

“Ya ampun hyung. Bagaimana bisa kau lebih terlambat menikah daripada aku?!” seru Baekhyun. Sungmin tertawa.

“Aku hanya tidak mau menikah muda. Oh, hai Jesper!” kata Sungmin. “High five!”

Jesper menepuk tangan Sungmin. Sungmin tersenyum. Minyoung tampak berbincang-bincang dengan Saeun, istri Sungmin.

“Baiklah, aku akan mencicipi makanannya. Selamat menikah kalian berdua!” seru Minyoung. Sungmin mengangguk.

“Minyoung noona!”

Minyoung yang baru saja ingin mengambil makanan untuknya dan Jesper menoleh dan mendapati Jungkook—juniornya di kampus dahulu.

“Oh, Jungkook. Apa kabar?” tanya Minyoung.

“Aku baik. Bagaimana dengan noona?”

“Aku juga. Datang dengan siapa?” tanya Minyoung.

“Hoseok hyung.”

“Ah begitu…”

Tiba-tiba Baekhyun menarik tangan Minyoung untuk menjauh dari Jungkook. Minyoung mengerutkan alisnya.

“Hei, kau ini kenapa?” tanya Minyoung. Jungkook tertawa kecil.

“Tenanglah, hyung. Aku tidak berniat untuk merebutnya kembali darimu.” Ujar Jungkook. Ya, saat di universitas dahulu Jungkook sempat menyukai Minyoung dan bahkan menciumnya  di depan Baekhyun. Baekhyun yang cemburu itu langsung memukuli Jungkook dan dengan bantuan Hoseok, keduanya bisa dilerai.

“Hm, aku tau.” Kata Baekhyun dingin.

“Baiklah, silahkan bersenang-senang.” Ujar Jungkook begitu merasakan hawa tidak mengenakan dari Baekhyun. Ia segera berjalan menuju Hoseok yang tengah menggoda para gadis.

“Memangnya dia siapanya Sungmin hyung?” tanya Baekhyun.

“Dia itu sepupunya.”

Baekhyun membulatkan mulutnya. Ia tersenyum kecil.

“Kau menyeramkan tertawa tiba-tiba.”

“Tidak apa. Aku hanya melihat bahwa tubuhmu mulai sedikit terbentuk seksi.”

“HEI BYUN BAEKHYUN!!!”

Untung saja Sungmin adalah orang yang paling memaklumi tingkah kekanak-kanakkan keduanya. Jadi, ia hanya tertawa melihat keduanya lari-larian di tengah resepsi pernikahannya.

“Mereka tidak dewasa.” Celetuk Jesper.

–end.

Leave a comment