[FanFiction] Ojek Payung

Ojek Payung

large (39)

Park Je Woo’s Present

.

.

.

.

A/N : Another my old fanfict haha~

Joonmyeon POV

Sial. Hari ini hujan kembali mengguyur kota Seoul. Aku harus cepat pulang kerumah karena aku sudah berjanji pada eomma untuk pulang cepat. Tapi, jika hujan deras seperti ini, mana bisa aku pulang cepat?!

Aku melihat jam tangan yang melingkar di tanganku. Jam 5. Hah…pasti aku pulang malam lagi. Lagipula, salahku juga aku tidak membawa payung.

Aku mengedarkan pandanganku keseluruh jalan. Aku tersenyum ketika melihat anak-anak bermain hujan-hujanan tanpa takut mereka sakit. Dulu aku pernah mengalami seperti itu.

Perkenalkan. Namaku Kim Joonmyun, mahasiswa Seoul International University. Umurku 22 tahun. Jurusan Sastra.

“Hyung! Butuh payung tidak?”

Aku langsung tersadar. Lalu, mencari si pemilik suara tersebut. Ah, seorang anak lelaki ternyata. Aku pun mengangguk. Anak lelaki itu pun memberikan payungnya padaku.

“Kenapa kau tidak dibawah payung ini?” Tanyaku sambil berjalan. Ia menggeleng.

“Agar hyung tidak kehujanan…” Jawabnya. Aku tersenyum kecil. Ia pasti sudah kedinginan. Bajunya basah kuyup.

“Mendekatlah. Agar kita sama-sama tidak kehujanan…” Anak itu mengangguk. Lalu, dia mendekatiku.

“Namamu siapa? Umurmu berapa?” Tanyaku.

“Namaku Oh Sehun. Umurku 10 tahun…”

“Kau masih muda. Tidak sekolah?” Tanyaku lagi. Ia terdiam. Lalu menerawang rintik hujan yang turun kebumi.

“Tidak,”

“Waeyo?”

“Biaya sekolah mahal. Aku tidak punya cukup uang untuk sekolah…tapi aku bisa membaca, menulis, dan berhitung kok!”

Aku tertegun. Pilu mendengarnya. Harusnya, pemerintah harus menangani mereka. Tapi, dimana pemerintah?

“Kau tinggal dimana? Dan dengan siapa?” Tanyaku lagi.

“Di Jeollanam-Do, sama Luhan hyung…” Aku hanya membulatkan mulutku.

“Sekarang, Luhan dimana?”

“Luhan hyung juga bekerja sepertiku. Tapi, dia bukan disini.”

“Apakah hidup dijalanan itu enak?” Tanyaku. Entahlah, kenapa aku bertanya seperti itu.

“Kalau kataku, enak hyung. Kita bisa bertingkah semaunya. Mempunyai banyak teman. Tapi, tak enak karena disini adalah tempat dimana kita mempertaruhkan hidup kita…” Ucapnya. Kembali aku tertegun. Anak berumur 10 tahun berbicara seperti ini?

“Orang tuamu? Dimana?”

Sehun kembali terdiam.

“Mereka sudah meninggal…”

Aku terdiam. Ada rasa bersalah karena menanyakan hal pribadi seperti itu.

“Maaf…”

“Tak apa…”

“Um…pernahkah kau berputus asa?”

“Pernah. Bahkan, hampir ingin bunuh diri. Tapi, aku ingat ucapan ayahku, “Untuk apa kau mati disaat Tuhan memberikanmu umur yang panjang?”. Aku juga ingat kata ibuku, “Cobaan jangan pernah disesali. Cobaan adalah sebuah soal yang harus kau jawab!”” Aku tersenyum. Anak ini sangat bersemangat.

“Sudah. Sampai sini saja. Terakhir, aku ingin bertanya. Apa arti Hujan untukmu?”

“Hujan adalah…sebuah rintik air yang turun ke bumi dan aku suka. Itu membuatku dapat mencari uang bukan untuk diriku saja juga untuk Luhan hyung. Itu juga mengingatkanku kepada kedua orang tuaku yang kecelakaan saat hujan…”

Sehun menunduk. Aku menjadi merasa bersalah lagi. Lalu, mengeluarkan beberapa lembar uang padanya.

“Hyung…ini sangat banyak…”

“Ambil saja semuanya. Ini untuk kau beli jas hujan, makanan, peralatan sekolah, dll. Pakai uang ini dengan hemat, ne? Kuharap, kita bisa bertemu lagi…”

Aku pun berjalan meninggalkannya yang sedang terdiam.

“GOMAWO, HYUNG!”

Terima kasih Sehun. Kau sudah menyadarkanku agar aku terus mensyukuri semua yang ada dalam hidupku.

TIINN!!

Ku dengar ada sebuah klakson mobil. Aku menoleh.

BRAAKK!!!

“JOONMYEON HYUNG!!”

END

Leave a comment